Oleh : Caroll
Bowman
Cerita tentang Dalai Lama mungkin merupakan contoh yang paling terkenal
mengenai Ingatan kehidupan masa lalu dari seorang anak-anak . Berikut ini
adalah kisah nyata bagaimana Dalai Lama yang sekarang ditemukan dan positif
diidentifikasi berdasarkan kemampuannya, bahkan ketika masih sangat kecil,
mampu mengingat detail dari kehidupan masa lalunya.
Ketika Dalai Lama Ketigabelas meninggal dunia pada tahun 1933, para Lama
senior mencari tanda-tanda keberadaan lokasi reinkarnasi
yang berikutnya untuk bisa ditemukan. Masing-masing dari para Dalai
Lama, selama berabad-abad sejak kelahiran pertama di tahun 1351 Masehi,
telah mengikuti jalur yang sama dimana masing-masing Lama adalah Inkarnasi dari
Lama yang sebelumnya, untuk mempertahankan
kebijaksanaan spiritual yang telah dipelihara melewati banyak
masa kehidupan.
Pada musim semi
tahun 1935, pemimpin salah satu wilayah Tibet , yang juga Lama senior,
melakukan perjalanan ke danau suci Lhamoi Lhatso di selatan Tibet untuk mencari
visi. Ia melihat kedalam danau yang berbentuk oval, yang terletak di
sebuah cekungan di ketinggian 17.000 kaki yang dikelilingi oleh
puncak-puncak gunung yang diselimuti salju, Reting Rinpoche memiliki
sebuah visi. Ketika ia menatap ke dalam air yang jernih, ia melihat
tiga huruf dari alfabet Tibet: ‘Ah’, ‘Ka’ dan ‘Ma’, mengambang di
depannya. Lalu ia dengan jelas melihat gambar sebuah biara bertingkat tiga
dengan atap emas dan batu giok. Ada sebuah jalan setapak menuruni bukit
dari biara tersebut ke sebuah rumah beratap pirus dan ia melihat
anjing cokelat dan putih di halaman. Setelah Reting Rinpoche melihat
visi ini, ia bermimpi tentang rumah yang sama dengan atap pirus, tapi kali ini
ia melihat pipa saluran berbentuk aneh di sepanjang atap dan seorang anak
laki-laki kecil yang sedang berdiri di halaman. Dia yakin bahwa huruf ‘Ah’
yang ia lihat dalam visi menunjuk ke Amdo, sebuah provinsi di sebelah
timur Tibet, sehingga pihak pencari dikirim ke daerah tersebut.
Salah satu regu
pencari, di bawah arahan Kewtsang Rinpoche, seorang Lama dari Biara
Sera, mengunjungi biara Kumbum di Amdo. Mereka melihat atap kuil-kuilnya
berwarna giok dan emas, seperti dalam visi. Pencarian kemudian menyisir
kawasan tersebut, mencari anak-anak yang luar biasa. Mereka
mendengar salah satunya adalah anak laki-laki yang berasal dari
Takster, dua hari perjalanan dari Amdo.
Jadi, pada
musim dingin tahun 1937 Kewtsang Rinpoche, ditemani oleh seorang pejabat
pemerintah bernama Lobsang Tsewant dan dua pembantunya, berangkat ke Takster.
Untuk menghindari agar dikenali, mereka menyamar sebagai pedagang dalam
perjalanan bisnis. Untuk lebih menyembunyikan identitas mereka lama Kewtsang
Rinpoche, berpakaian kulit domba tua dan memainkan peran sebagai
seorang pelayan dan Lobsang Tsewang, sang pejabat pemerintah, bertindak
sebagai pemimpin kelompok. Mereka mendekati rumah dimana tinggal anak laki-laki
berumur dua tahun bernama Lhamo Dhondrub. Mereka disambut oleh gonggongan
dari anjing cokelat dan putih yang diikat di pintu masuk.
Mereka
memperkenalkan diri sebagai pedagang dan bertanya apakah mereka bisa
menggunakan dapur keluarga untuk minum teh, yang merupakan praktik umum di
Tibet. Melewati halaman rumah, Kewtsang Rinpoche melihat ubin biru
kehijauan di atap rumah dan talang air yang tidak biasa yang terbuat dari
juniper. Ketika di dapur, dia didekati oleh si kecil Lhamo Dhondrub. Anak
laki-laki itu naik ke pangkuan Rinpoche Kewtsang dan mulai bermain dengan
tasbih yang tergantung di leher sang tamu, yang adalah milik Dalai
Lama ke-13. Tiba-tiba, anak itu menjadi gelisah dan menuntut diberi
kalung manik-manik itu segera, dan mengklaim bahwa itu adalah miliknya.
Kewtsang
Rinpoche mengatakan kepada anak itu, “Aku akan memberikannya jika kamu
bisa menebak siapa saya. Tanpa basa-basi, anak itu menjawab, “Kamu adalah
seorang Lama dari Sera. Anak laki-laki itu kemudian mengenali nama
Tsewang Lobsang secara tepat dan kemudian mengidentifikasi orang lain dalam
rombongan tersebut sebagai berasal dari biara Sera juga (pada waktu itu ada
ribuan biara di Tibet). Tidak hanya identifikasi itu benar,
tapi anak dua tahun ini menunjukkan nama orang-orang tersebut dalam
dialek Tibet Tengah, dialek yang tidak dikenal di daerahnya.
Ketika para
tamu bersiap ingin pergi di pagi hari, Lhamo Dhondrub menangis,
dan memohon mereka untuk membawanya serta. Mereka berusaha
menenangkannya, dan berjanji akan kembali.
Mereka segera
kembali, kali ini untuk melaksanakan tes, untuk melihat apakah anak ini memang
reinkarnasi dari Dalai Lama. Biarawan menawarkan hadiah kepada keluarganya dan
meminta ditinggal sendirian dengan Lhamo Dhondrub. Saat malam tiba, mereka
berada di kamar tidur utama di tengah rumah, meletakkan serangkaian artikel di
atas meja pendek. Beberapa artikel ini dulu milik Dalai Lama ke-13, yang
lainnya adalah duplikat yang disusun secara hati-hati. Beberapa objek
termasuk kacamata Dalai Lama, pensil perak dan mangkuk makan, serta empat
item Oracle of Samye yang telah diperintahkan untuk dibawa oleh
utusan tersebut. Mereka adalah tasbih hitam, tasbih kuning, dua tongkat,
dan rebana gading kecil yang biasa digunakan dalam ibadah agama
Buddha.
Memasuki kamar
tidur, Lhamo Dhondrub diminta maju oleh Kewtsang Rinpoche, yang duduk
dengan tiga pejabat di kedua sisi dari meja. Di tangan Kewtsang Rinpoche
memegang tasbih hitam yang anak itu telah tertarik pada kunjungan sebelumnya,
di sisi lain ia memegang duplikatnya yang sempurna. Ketika diminta untuk
memilih satu, anak itu mengambil tasbih yang benar tanpa ragu-ragu dan
meletakkannya di lehernya, kemudian diulangi dengan tasbih kuning
beberapa saat kemudian.
Selanjutnya,
mereka menunjukkan sebuah tongkat. Mula-mula Lhamo Dhondrub dengan
lembut menarik tongkat yang salah, tapi kemudian diletakkan dan mengambil yang
satunya, lalu ia memegangnya dengan gembira di hadapannya. Hal ini
dianggap sangat penting karena tongkat yang “salah” itu
memang benar-benar pernah digunakan sebentar oleh Dalai Lama sebelum ia
memberikannya kepada seorang teman. Objek yang terakhir, drum.
Drum yang palsu itu dihiasi dengan bunga brokat yang indah; sedangkan yang
asli terlihat kurang menarik. Sekali lagi Lhamo Dhondrub mengambil objek
yang benar, dengan cepat kemudian memutar drum bolak-balik di tangan kanan
dan membunyikan seperti cara ritual tantra.
Selanjutnya,
anak itu diperiksa delapan tanda-tanda tubuh khusus milik Dalai Lama: telinga
besar, mata panjang, alis melengkung ke atas pada ujung-ujungnya, guratan pada
kaki, dan tanda dalam bentuk sangkakala di salah satu
telapak tangan. Mereka dengan lembut memeriksa anak itu, dan setelah
menemukan tiga tanda sesuai, para penguji menjadi
begitu bahagia, mata mereka dipenuhi air mata kebahagiaan. Tidak
ada keraguan bahwa Dalai Lama Tibet ke-14 sedang duduk di hadapan mereka
dalam tubuh seorang anak berusia dua setengah tahun. Dengan
begitu, visi tersebut benar: huruf dalam visi menunjukkan nama biara
terdekat, dan gambaran khas dari anjing menggonggong, ubin, dan
selokan-selokan, terlihat keseluruhannya.
Tetapi ketika
panglima perang Islam dari barat laut Cina mendengar tentang pemilihan anak
tersebut, ia menuntut uang tebusan yang sangat tinggi sebelum ia
membiarkan anak tersebut diambil dari distriknya. Setelah dia dibayar, dia
menuntut lebih banyak uang dan artefak religius yang berharga. Meninggalkan
mereka tanpa punya pilihan, orang-orang Tibet kemudian mengumpulkan
uang dan membayar uang tebusan. Setelah berbulan-bulan menunggu, calon Dalai
Lama dan keluarganya berangkat melalui tiga bulan perjalanan ke Lhasa,
ibukota Tibet. Lhamo Dhondrub naik kuda bersama kakaknya yang berumur enam
tahun di atas tandu kecil yang digantung pada tiang-tiang antara dua
keledai. Sepanjang jalan dia disambut dengan persembahan
dan penghormatan seperti kepada guru besar atau pemimpin.
Ketika mereka
berada beberapa mil dari Lhasa, mereka disambut dengan prosesi obor yang
membawa mereka ke perkemahan. Di tengah-tengah terdapat tenda satin kuning
yang sangat besar, berkanopi dalam warna biru dan putih. Tenda ini,
dikenal sebagai Great Peacock, yang telah digunakan selama berabad-abad
semata-mata hanya untuk menyambut setiap bayi reinkarnasi dari Dalai Lama
kembali ke rumah.
Selama dua hari
berikutnya, Lhamo Dhondrub muda duduk diatas singgasana tinggi di dalam tenda
Great Peacock dan diberkati secara individual oleh 70.000 bhiksu dan
masyarakat awam yang berkumpul untuk menyambutnya.
Pada pagi hari
tanggal 8 Oktober 1939, dilakukan prosesi enam belas bangsawan berpakaian satin
hijau dan topi merah berjambul membawa tandu emas, di mana duduk anak kecil
tersebut. Sebuah prosesi para pemusik, Peramal Negara, keluarga Dalai
Lama, anggota kabinet, Bupati, dan Perdana Menteri, mendampingi
anak tersebut ke istana. Ribuan orang berdiri berjajar di perjalanan,
melambai-lambaikan spanduk di tiang-tiang tinggi.
Setelah Lhamo
Dhondrub diantar ke ruang pendahulunya di istana, ia menunjuk ke sebuah kotak
kecil dan menyatakan, “gigi saya ada di sana.” Setelah membuka kotak, para
petugas terheran-heran ketika menemukan satu set gigi palsu Dalai Lama
sebelumnya.
Dalam beberapa
minggu, anak empat tahun Lhamo Dhondrub, atau Tenzin Gyatso seperti dia
sekarang disebut, sudah dinobatkan pada Tahta Singa sebagai penguasa
tertinggi jasmani dan rohani Tibet. Ini adalah Dalai Lama yang sama yang hari ini
adalah pemimpin spiritual Tibet dan semua umat Buddha, dan bepergian ke
seluruh dunia untuk menyebarkan ide-ide Buddha dan menceritakan tentang
penindasan umat Buddha di Tibet oleh Cina.
Tulisan ini
diadaptasi dari otobiografi Dalai Lama, dan dari buku Exile in the Land
of Snows oleh John F. Avedon.
0 komentar:
Posting Komentar