A. Pendahuluan
Agama Buddha adalah
sebuah agama dan filsafat yang berasal dari anak benua India dan meliputi
beragam tradisi kepercayaan, dan praktik yang sebagian besar berdasarkan pada
ajaran yang dikaitkan dengan Siddhartha Gautama, yang secara umum dikenal
sebagai Sang Buddha (berarti “yang telah sadar” dalam bahasa Sanskerta dan
Pali). Sang Buddha hidup dan mengajar di bagian timur anak benua India dalam
beberapa waktu antara abad ke-6 sampai ke-4 SEU (Sebelum Era Umum). Beliau
dikenal oleh para umat Buddha sebagai seorang guru yang telah sadar atau
tercerahkan yang membagikan wawasan-Nya untuk membantu makhluk hidup mengakhiri
ketidaktahuan/kebodohan (avidyā), kehausan/napsu rendah (taṇhā),
dan penderitaan (dukkha), dengan menyadari sebab musabab saling
bergantungan dan sunyatam dan mencapai Nirvana (Pali: Nibbana). Setiap aliran Buddha berpegang kepada Tripitaka sebagai rujukan utama karena dalamnya tercatat
sabda dan ajaran sang hyang Buddha Gautama. Pengikut-pengikutnya kemudian
mencatat dan mengklasifikasikan ajarannya dalam 3 buku yaitu Sutta Piṭaka
(kotbah-kotbah Sang Buddha), Vinaya Piṭaka
(peraturan atau tata tertib para bhikkhu) dan Abhidhamma Piṭaka (ajaran
hukum metafisika dan psikologi).
Perlu
ditekankan bahwa Buddha bukan Tuhan. Konsep
ketuhanan dalam agama Buddha berbeda
dengan konsep dalam agama Samawidimana alam
semesta diciptakan oleh Tuhan dan tujuan akhir dari hidup manusia adalah
kembali ke surga ciptaan Tuhan yang kekal.
Dengan membaca konsep Ketuhanan Yang
Maha Esa ini, kita dapat melihat bahwa konsep Ketuhanan dalam agama Buddha
adalah berlainan dengan konsep Ketuhanan yang diyakini oleh agama-agama lain.
Perbedaan konsep tentang Ketuhanan ini perlu ditekankan di sini, sebab masih
banyak umat Buddha yang mencampur-adukkan konsep Ketuhanan menurut agama Buddha
dengan konsep Ketuhanan menurut agama-agama lain sehingga banyak umat Buddha
yang menganggap bahwa konsep Ketuhanan dalam agama Buddha adalah sama dengan
konsep Ketuhanan dalam agama-agama lain.
Bila kita mempelajari ajaran agama Buddha
seperti yang terdapat dalam kitab suci Tripitaka, maka bukan hanya konsep
Ketuhanan yang berbeda dengan konsep Ketuhanan dalam agama lain, tetapi banyak
konsep lain yang tidak sama pula. Konsep-konsep agama Buddha yang berlainan
dengan konsep-konsep dari agama lain antara lain adalah konsep-konsep tentang alam semesta, terbentuknya Bumi dan manusia,
kehidupan manusia di alam semesta, kiamat dan
Keselamatan atau Kebebasan.
Di dalam agama Buddha tujuan akhir hidup
manusia adalah mencapai kebuddhaan (anuttara samyak sambodhi) atau
pencerahan sejati dimana satu
makhluk tidak perlu lagi mengalami proses tumimbal lahir. Untuk
mencapai itu pertolongan dan bantuan pihak lain tidak ada pengaruhnya. Tidak
ada dewa dewi yang dapat membantu, hanya
dengan usaha sendirilah kebuddhaan dapat dicapai. Buddha hanya merupakan
contoh, juru pandu, dan guru bagi makhluk yang perlu melalui jalan mereka
sendiri, mencapai pencerahan rohani, dan melihat kebenaran dan realitas sebenar-benarnya.
B. Aliran Tantrayana
Secara umum Tantrayana juga dapat dikatakan
bagian dari mahayana, karena ada beberapa bagian dari inti filsafat mahayana yang di terangkan
secara Esoterik dan penuh sibolis , seperti, ; sunyata bodhicita, tathata,
vijnana[1]
Tantrayana adalah satu mazhab dalam agama
Buddha yang sangat istimewa karena memiliki ciri-ciri khas yang unik. Mazhab
ini berkembang pesat diantaranya negara India, China, Tibet, Jepang, Korea dan
Asia Tenggara serta benua Eropa, Australia hingga benua Amerika. Mazhab ini
merupakan perpaduan puja bhakti dengan praktek meditasi yogacara serta
metafisika Madhyamika. Maka dari itu mazhab Tantrayana bukan hanya membicarakan
teori, akan tetapi praktek dalam pelaksanaannya. Di dalam perkembangannya,
mazhab ini kadangkala dinamakan Tantra-Vajrayana atau Tantra-Mahayana.
Para misionaris Barat sangat kagum setelah
mempelajari mazhab tantrayana, karena terdapat konsepsi maupun ide-ide religi
serta filsafat yang sangat kenal, berlainan dengan konsepsi maupun ide yang
mereka kenal sebelumnya.
Tantra Timur adalah tantra yang berkembang di
daratan China dikenal sejak abad IV Masehi,setelah Srimitra yang berasal dari
Kucha (sekarang Xinqiang-China) berhasil menerjemahkan sebuah kitab Tantrayana
yang berisi mantra-mantra, pengobatan, doa pemberkahan dan ilmu gaib lainnya.
Hal tersebut sesungguhnya belum mencerminkan nilai-nilai agung dari aliran
Tantrayana itu sendiri, kata Mr. Chauming. Tantra Timur bercorak perfeksionis
dimana semua rupang Buddha maupun Bodhisattva serta vajrasatva baik yang
bersifat maskulin dan feminim, lebih menunjukkan kesempurnaan, keagungan yang
sesuai dengan sopan santun yang ada pada masyarakat China.
Kalau Tantra
Barat adalah tantra yang berkembang di Tibet dan sekitar pegunungan Himalaya
batas antara China dan India, yang sebenarnya hanya dalam letak geografis saja.
Daerah ini memiliki tradisi dan sejenis kepercayaan yang disebut Bon-Pa. Dan
orang-orang Tibet umumnya memiliki kemampuan untuk menguasai roh-roh halus. Di
samping symbol dari jenis rupang Buddha sedikit ada perbedaan. Bila dilihat
Tantra Barat lebih bercorak naturalis terlihat jelas pada anggota tubuhnya,
yakni bersifat feminisme (dalam bentuk wanita). Terdapat pula rupang angkara
murka, seperti Angry Vajra (Vajravarahi dalam wajah murka).
Pada tahun 747
masehi, Maha Guru Padma Sambhava menjalankan misi ke Tibet. Beliau pada masa
mudanya adalah seorang pangeran dan sangat menyenangi hal-hal yang bersifat
magis. Beliau memiliki kemampuan supranatural yang dipadukan dengan
ajaran-ajaran Hyang Buddha. Berkat kemampuan beliaulah, dukun-dukun Tibet dapat
ditundukkan dan memperoleh simpati dari bangsa Tibet.
Tantrayana di
Tibet berkembang hingga menjadi tiga periode. Yakni periode pertengahan dan
pembaharuan serta periode permulaan gelar Dalai Lama (dari abad XVII hingga
sekarang ini).
Mazhab
Tantrayana,baik Tantra Barat maupun Tantra Timur disebut esoterik
(rahasia/tersembunyi), karena dalam penyebarannya tidaklah bersifat terbuka.
Tantra diajarkan oleh seorang guru pada siswanya setelah melalui
upacara-upacara ritual dan berbagai bentuk ujian[2]
v Kitab Suci Mazhab Tantrayana di Tibet
Mazhab Tantrayana di Tibet memiliki naskah
terjemahan kitab suci yang kebanyakan berasal dari India dan terdiri lebih dari
4.566 naskah. Kumpulan naskah dalam bahasa Tibet tersebut digolongkan dalamdua
bagian, masing-masing :
Bkahgyur(dibaca Kanjur) yang sebahagian besar
adalah terjemahan dari bahasa Sanskerta dan sebahagian kecil terjemahan dari
bahasa mandarin, terdiri dari 3.458 naskah serta dihimpun dalam tiga bagian,
yakni :
1. Dulva
(Vinaya), terdiri dari 13 bagian, merupakan peraturan-peraturan,disiplin, tata
tertib untuk anggota Sangha.
2.
Do (Sutra), terdiri dari 66 bagian yang mencatat ajaran Hyang Buddha, seperti
halnya dalamsutra-sutra canon pali dan sutta-sutta kanon sanskerta dan selalu
diawali dengan "Demikianlah yang saya dengar".
3.
Chon non pa (Abhidhamma), terdiri dari 21 bagian yang merupakan pelajaran
filsafat dan pembahasan dari ajaran Hyang/Sang Buddha.
Bstanghyur
(dibaca Tanjur), merupakan pembahasan atau komentar (tafsir) yang dihimpun
dalam dua kitab :
1.
Tantra (Rgyud), terdiri dari 22 bagian yang berisi doa-doa,dharani-dharani,
mudra, mandala dan lain-lainnya.
2.
Sutra, merupakan pembahasan atau komentar (tafsir) dari Do (sutra).[3]
Tantra terpisah
dari Mahayana dalam hal pendefinisian tujuan dan tipe manusia ideal dan juga
dalam cara pengejaran. Tujuannya masih sama, yaitu Kebuddhaan, walaupun tidak
lagi terjadi di masa depan, berkalpa-kelpa kemudia, tetapi saat ini, “dengan
tubuh ini”, “dalam satu piiran” yang diperoleh secara ajaib dengan cara-cara
yang baru, cepat, dan mudah. Orang suci yang ideal sekarang adalah Siddha atau
ahli mukjizat, walaupun agak mirip dengan Bodhisattwa yang telah melewati tahap
kedelapan dengan kekuatan-kekuatannya yang ajaib dan berkembang sempurna.
Tantra itu
mewakili di antara sekte-sekte Mahayana, panca indera mengenai semangat, secara
tradisi ditegaskan sebagai terdiri dari perawatan dan hasil dari yang
bermanfaat, dan menghapuskan serta gangguan dari yang tidak bermanfaat, keadaan
mengenai pikiran. Dengan keadaan bermanfaat dari Jhana, atau Dhyana, pikiran
yang terutama dimaksudkan. Maka dari itu kepentingan yang didominasi Tantra
bukanlah teori tetapi praktek.
Tantra,
walaupun secara jelas menggabungkan doktrin dari sekte-sekte yang lebih dahulu,
berbeda secara radikal dari mereka semuanya di dalam mengenai bukan dengan
perluasan teori yang lebih lanjut dari doktrin-doktrin ini, tapi dengan
penerapan metode menuju pada realisasi realitas dari mana mereka adanya namun
simbol konseptual. Jadi Tantra memiliki sebegitu banyak pada bidang menguasai
doktrin sebagaimana pada bidang menguasai metode. Tradisi-tradisi Buddhist yang
ada diterima sebagaimana adanya, asalkan bukan sebagai suatu titik awal untuk
tindakan. Lebih daripada setiap sekte lainnya, Tantra mewakili segi latihan
mengenai Buddhism, dan karena alasan ini, jadi Dr. Herbest V. Guenter sangat
menekankan [4]
‘Itulah di
dalam Tantra bahwa Buddhism menemukan kemekaran dan peremajaan lagi yang
konstan’.
Tetapi walaupun
Tantra berarti tindakan, dan karenanya untuk kekuatan di dalam semua modenya,
itu tidak berarti tindakan secara umum, yang akan lebih baik dimiliki hanya
aktivitas, tapi terutama untuk ritual atau perbuatan sakral. Di dalam prinsip
ringan yang fundamental ini, dasar ‘kebenaran bagi eksistensi’ lebih dari
penekanan Tantra dengan ciri-cirinya secara jelas diperlihatkan.
Pentingnya
aspek dan tradisi yang permulaan di mana memberikan dasar teori yang paling
dekat mengenai kesakramenan Tantra; dikarenakan, sebagaiman Conze mengamati
secara dekat;
‘jikalau Tantra
mengharapkan keselamatan dari perbuatan suci, itu haruslah mempunyai suatu
konsepsi mengenai Alam Semesta yang menurut perbuatan seperti itu dapatlah pada
pengangkatan pembebasan’.
Jikalau
realitas transendental menunjukkan Aksobhya, misalnya, sungguh-sungguh ada, itu
haruslah memungkinkan untuk menempatkan Dia pada suatu tempat yang penting di
dalam setiap bentuk mengenai kehidupan fenomena dan aktivitas. Bukanlah itu,
walaupun dikatakan Bulan itu dipantulkan sebuah kolam air, tidak dipantulkan
dalam keseluruhan kolam itu, tapi hanya dalam satu bagian penting darinya.
Untuk mengetahui bahwa Akshobhya dipantulkan dalam dunia fenomena tidaklah
cukup. Dunia itu terdiri dari lima skandha. Salah satu dari mereka itu haruslah
pentulan aksobhya. Karena pengertian harfiah dari Aksobhya adalah ‘Yang Tenang
Sekali’. Tantra mengenali Aksobhya dengar Vijnanaskandha atau kumpulan dari
kesadaran. Pada prinsip ini Tantra membangun sistem dalam Buddha, Bodhisattva
dan Dewa.
yang tidak
terhitung semua mewakili baik aspek yang berbeda mengenai Realitas atau
tingkatan yang berbeda mengenai Jalan Transendental, dihubungkan tidak hanya
dengan suatu kumpulan (skandha) dari milik mereka, tapi juga dengan suatu kumpulan
yang penting ‘mantra, mudra, unsur (elemen), arah, hewan, warna,
indera-perasaan, bagian dari tubuh dan sebagainya. Tantra adalah lebih sulit
untuk memberikan suatu penjelasan daripada sekte lainnya dalam Buddhisme.
Alasannya ialah kedua-duanya mengenai ajaran bagi internal dan eksternal. Untuk
memulai dengan Tantra ialah bukan dengan penyamarataan teori tapi dengan
latihan yang teratur dan mendalam, karena mengenai suatu tingkat yang lebih
tinggi bukanlah eksoterik melainkan esoterik, yang selama berabad-abad dijaga
secara bersama-sama dengan cara tradisi lisan dan dengan hati-hati melindungi
dari keinginan-keinginan yang kotor.[5]
Pada jaman
sekarang, Tantrayana lebih dikenal berasal dari Tibet.
Sehingga orang awam berpendapat bahwa Tantrayana adalah agama Buddha Tibet,dan bersumber dari kepercayaan dan "rekayasa/ciptaan" bangsa Tibet.
Sehingga orang awam berpendapat bahwa Tantrayana adalah agama Buddha Tibet,dan bersumber dari kepercayaan dan "rekayasa/ciptaan" bangsa Tibet.
Hal ini
tidaklah mengherankan, karena hanya di Tibet, Bhutan, Nepal, Ladakh, India dan
Mongolialah Tantra tetap eksis dan bertahan sampai sekarang, terutama sekali di
Tibet.
v Identitas Tantrayana di Tibet
Identitas
mazhab Tantrayana di Tibet dapat diuraikan sebagai berikut :
a. matra
atau ukuran yang dikenal sebagai silsilah turun-temurun (lineage). Silsilah
turunan utama tersebut meliputi para Guru yang diawali dengan Sang Buddha, para
acharya yang berasal dari India sampai dengan guru dari Tibet pada masa-masa
sekarang ini, yang telah memberikan / menurunkan ajaran Tantrayana baik secara
metode lisan maupun tulisan menurut tradisi turun-temurun.
b. Faktor yang
lain adalah kelompok ajaran secara lisan dan tulisan yang dihasilkan oleh para
anggota daripada silsilah turun temurun (lineage) tersebut, termasuk uraian,
karangan, komentar, tafsiran, ulasan, tekstual yang mengandung unsur ritual dan
sebagainya[6].
c. Sekte
sekte dikenal pula dengan cara latihan masing-masing yang khas dan unik.
Misalnya sekte Kar-gyu-pa menitik beratkan meditasi, yang umumnya disebut
tradisi meditasi atau samadhi. Sedangkan sekte Kah-dam-pa ataupun sekte Ge-lup-pa
dikenal memiliki tradisi disiplin intelektual.
d. Faktor lain
yang menonjol dan menarik perhatian adalah gabungan biara/ monastery tempat
para Lama/Bhiksu yang berfungsi sebagai tempat belajar serta tempat latihan
religi. Biasanya suatu biara merupakan markas besar yang resmi bagi satu sekte
sambil dijadikan sebagai suatu contoh atau model bagi yang lainnya. Setiap
sekte besar memiliki banyak biara. Sedang sekte yang kecil hanya memiliki satu
atau dua biara saja.
e. Setiap
sekte juga dikenali dengan memimpin spiritual yang berkedudukan tinggi,
biasanya disebut "Tulku".
v Sekte-sekte Tantrayana yang utama di Tibet
1. Sekte
nim-ma-pa (sekte jubah merah/ancient red sect)
Anggota sekte ini selalu memakai jubah dan topi
merah. Mereka merupakan keturunan dari garis silsilah (lineage) dari maha guru
Padma sambhava.
Mereka
menjalankan ajaran esoteric (ajaran rahasia). Ajaran dan interpretasi sekte ini
merupakan penggabungan dari Buddha Dharma dan Bon-pa. Dan di dalam prakteknya
mereka tidak hanya merupakan jalan pikiran yang rasional, namun juga memerlukan
inspirasi guna menguasai:
Dasar permulaan
ajaran di transfer langsung dari para acarya India
Mempertahankan
tradisi teks-teks kuno yang disimpan / dipendam dalam bumi (tanah) seperti
Kitab Bardo
Thodol.
2. Sekte
Kah-dam-pa
Sekte ini dipelopori oleh Atissa Srinyana
Dipankara pada tahun 1042 masehi. Atissa pada tahun 1012 pernah mengunjungi
Sriwijaya dan berguru pada Maha Acarya Dharmapala selama duabelas tahun, Atissa
kembali ke Tibet pada tahun 1042. Beliau wafat tigabelas tahun, kemudian
perkembangannya dikemudian hari sekte ini bergabung denga Ge-lug-pa.
3. Sekte
Ge-lug-pa (Sekte jubah kuning)
Anggota sekte ini mengenakan jubah berwarna
kuning. Sekte ini merupakan pembaharuan dari sekte Kah-dam-pa dan dipelopori
oleh Tzong-ka-pa pada abad XV.
4. Sekte
Kar-gyu-paSekte ini didirikan oleh Lama Marpa pada abad XI. Garis silsilah
(lineage) sekte ini diawali dengan
Buddha
Vajradhara (symbol Penerangan Agung). Para siswa sekte ini dalam pelaksanaan
latihan religi dan upacara ritualnya wajib memandang gurunya sebagai
Vajradhara, supaya dapat lebih mendekatkan diri pada Sang Buddha, sambil
menjamin keberhasilan hubungan erat antara
guru dan murid.
Salah seorang siswa Marpa yang terkenal adalah Milarepa, yang juga dikenal
sebagai filsuf dan penyair terkenal dari Tibet.
C. Aliran Mantrayana
Bahwa Mahayana lambat laun menujun ke arah
jalan kelepasan yang lain daripada yang ditawarkan oleh Buddha semula. Maka
dengan jelas orang mulai merumuskan berbagai jalan kelepasan, seperti yang
diperkembangkan juga oleh agama Hindu[7]
Pada mulanya perkembangan Mantrayana ini
merupakan reaksi alami terhadap tren sejarah yang makin tidak sesuai dan
mengancam kepunahan agama Buddha India. Untuk mempertahankan dan melindungi
diri, penganut-penganutnya semakin banyak menggunakan kekuatan mukjizat dan
meminta pertolongan dari makhluk-makhluk luhur, yang keberadaan sebenarnya
telah dibuktikan oleh mereka sendiri melalui pelaksanaan meditasi trans. Di
antara ini, perhatian besar ditunjukkan kepada makhluk luhur berpenampilan
menyeramkan, seperti “Pelindung Dharma”, yang disebut juga vidyaraja,
“raja adat dan pengetahuan yang suci” yang bermaksud baik tetapi menampilkan
wajah yang megerikan untuk melindungi orang yang percaya. Menarik juga untuk
dicatat bahwa untuk mendapatkan perlindungan, umat Buddha pada masa itu
mengandalkan makhluk-makhluk luhur feminin. Sekitar tahun 400 M, Tara dan
Prajnaparamita dipuja sebagai Bodhisattwa Kosmis[8].
Hal ini berarti bahwa dalam setiap usaha untuk
membentuk suatu Mandala haruslah memiliki suatu nilai praktis yang mempengaruhi
prilaku perseorangan (carya). Mantrayana ini juga memiliki sikap yang tegar
menentang segala bentuk khayalan dan menumbuhkan bodhi sebagai lawan dari
nirodha. Kesemua hal ini, dilaksanakan untuk mencapai langkah terakhir yakni
guru yoga sebagai sarana kekuatan untuk mengatasi diri seseorang.
Dalam pengertian yang dalam dapat dikatakan,
bahwa guru yoga adalah kenyataan itu sendiri yang dapat kita saksikan dan
berada dimana-mana. Namun tanpa bimbingan seorang guru (manusia) yang telah
mempraktekkan yoga dan mampu membimbing siswanya dalam menempuh
halangan-halangan yang sulit.
Istilah
Mantrayana kelihatannya telah menerima aslinya pada keperluan khusus bahwa
cabang Mahayana yang menganjurkan pembacaan ulang mengenai mantra sebagai usaha
prinsip mengenai paramita. Menurut Shashi Bhusan Dasgupta: ‘Mantrayana adalah
sekte dari Mahayana’, kelihatannya adalah tingkat perkenalan mengenai Buddhisme
Tantra dari semua cabang mengenai Vajrayana, Kalacakrayana, Sahajayana, dan
seterusnya yang timbul dikemudian hari.
C.
Aliran Vajrayana
ledakan kreatif
dari tantra permulaan menuju
suatu asumsi yang kompleks
tentang kosmos dan kekuatan spiritual dan itu adalah Vajrayana yang menentukan
tata cara mengenai banyak sekali tradisi
yang luas dalam taraf permulaan yang telah berkembang.[9]
Berasal dari kosa kata Sanskrit "Vajra"
yang berarti berlian dalam aspek kekuatannya, atau halilintar dalam aspek
kedahsyatan dan kecepatannya. Serta dari kata "yana" yang
berarti wahana/kereta. Menurut Wang Shifu, Vajrayana merupakan Jalan Intan.
Kata "Tantra" sendiri berarti "Tenun" dalam bahasa
Sansekerta, merujuk kepada prakteknya yang bertahap namun pasti.
Vajrayana
adalah suatu ajaran Buddha yang di Indonesia lebih sering
dikenal dengan nama Tantra atau Tantrayana. Namun banyak juga istilah lain yang
digunakan, seperti misalnya: mantrayana, ajaran mantra rahasia, ajaran Buddha
eksoterik. Vajrayana adalah merupakan ajaran
yang berkembang
dari ajaran BuddhaMahayana, dan berbeda
dalam hal praktek, bukan dalam hal filosofi. Dalam ajaran Vajrayana, latihan
meditasi sering dibarengi dengan visualisasi[10].
Adapun tujuan
akhir daripada Vajrayana, ialah mencapai kesempurnaan dalam pencerahan dengan tubuh
fisik kita saat ini, di kehidupan ini juga, tanpa harus menunggu hingga
kalpa-kalpa yang tak terhitung. Oleh karena tujuan akhir inilah, di dalam
Vajrayana ditemui metode-metode esoterik yang dengan cepat bisa membawa kita
kesana.
Ajaran
Vajrayana secara umum di berbagai negara lebih dikenal sebagai ajaran agama BuddhaTibet, yang
merupakan bagian dari Mahayana dan diajarkan
langsung oleh Buddha Sakyamuni yang amat cocok untuk di praktikkan oleh umat
perumah tangga, umat yang hidup sendiri (tidak menikah), ataupun umat yang
memutuskan untuk hidup sebagai bhiksu di vihara Vajrayana.
Menurut
catatan, banyak sekali praktisi tinggi Vajrayana yang memiliki kemampuan
(siddhi) yang luar biasa, misalnya: menghidupkan kembali ikan yang telah
dimakan (Tilopa), terbang di angkasa (Milarepa), membalikkan arus sungai gangga
(Biwarpa), menahan matahari selama beberapa hari (Virupa), mencapai tubuh
pelangi (tubuh hilang tanpa bekas, hanya meninggalkan kuku dan rambut sebagai
bukti), berlari melebihi kecepatan kuda, merubah batu jadi emas atau air jadi
anggur, memindahkan kesadaran seseorang ke alam suci Sukavati (yang dikenal
dengan istilah phowa), dapat meramalkan secara tepat waktu serta tempat
kematian & kalahirannya kembali (H.H. Karmapa), lidah dan jantung yang
tidak terbakar ketika di kremasi, terdapat banyaknya relik dari sisa kremasi,
dll. Di dalam Vajrayana, semua hasil yang diperoleh dari latihan itu, haruslah
disimpan serapi mungkin, bukan untuk di ceritakan pada orang lain. Sebagai
pengecualian, boleh mendiskusikan hal tersebut dengan Guru, jika memang ada hal
yang kurang mengerti.
Dalam ajaran
Vajrayana, sekte menjadi penting karena merupakan sebuah identitas. Ini adalah
sekilas informasi tentang sekte-sekte besar yang mempunyai tradisi ciri khasnya
masing-masing :
Sekte Gelugpa:
pendirinya adalah Tsongkhapa (1357-1419) lebih menekankan kepada disiplin
intelektual, karenanya para Bhiksu dari Gelug amatlah pandai dalam pembahasan
Metafisika, filsafat, dll. Pusaka ajaran yang terkenal dari tradisi ini adalah
Krama Marga alias Lam Rim (Jalan dan Tahap). Tradisi ini didirikan oleh Je
Tsongkhapa, dengan
·
Kadampa sebagai
pendahulu Gelug, yang mana Kadampa ini didirikan oleh seorang Maha Guru India,
yaitu Atisha Dipamkara.
·
Sekte Skayapa:
Kunchong Gyalpo (1034-1102) terkenal dengan naskah-naskah autentiknya, pusaka
ajaran dari tradisi ini adalah Lam Dray (Jalan dan Hasil). Tradisi ini berawal
dari Sakya Shri Bhadra dari India, yang merupakan pemegang tahta terakhir dari
Institut Buddhist Nalanda yang mengungsi ke Tibet pada saat invasi dari
Moch.Bhaktiar Khalji, juga oleh beberapa Lotsava agung yg disebutkan oleh Vince
Delusion sebelumnya.
·
Sekte Kagyudpa:
(Dagpo Kagyud) didirikan oleh Gampopa (1079-1133). terkenal sebagai tradisi
Meditatif, lebih menekankan kepada metode-metode Yoga-nya. Pusaka ajaran dari
tradisi ini adalah Maha Mudra, yang meliputi Enam Yoga Naropa (tib.Naro Cho
Drug ; skt.Saddharmopadesa), serta metode-metode esoterik lain yang
menyertainya dari awal sampai akhir, juga pendidikan Shedras selama 12 tahun
yang diikuti dengan retreat Maha Mudra di dalam ruang tertutup selama 3 tahun 3
bulan 3 hari merupakan ke-khas-an tersendiri dalam tradisi Kagyu. Sekte
Nyingmapa: Dikenal sebagai tradisi non-Monastic. Terkenal dengan pusaka Terma
nya,serta ajaran-ajaran esoterik langka di masa lampau. Ciri khas utama ajaran
dari tradisi ini adalah Dzogchen (Maha Sandhi). Tradisi ini berawal dari Vajra
Guru Padmasambhava (Lian Hua Sheng Da Shi) lebih kurang 700 M.[11]
v Ritual dan Praktek
A. Tantrayana
Perdebatan yang ada dalam aliran mahayana tidak
terletak pada ada tidaknya esensinya, namun hanya terbatas pada
pemahaman tentang sifat dari dharmakaya
itu sendiri. Kebanyakaan sutra
menggambarkan dharmakaya sebagai sesuatu
yang impersonal, bukan pribadi dan bukan tidak pribadi.
Pada naskah-naskah yang lain dharmakaya di kenal sebagai personal dan kepadanya di beri sifat-sifat yang baik.
Khusus dalam aliran Tantrayana, dharmakaya disembah sebagai budha primodial atau Adi Budha.[12]
Jalan Tantra
berusaha untuk mengubah nafsu manusia dasar keinginan dan kemalasan dalam
pertumbuhan rohani dan pembangunan. Jadi, bukannya menyangkal primal seksual
dan sensual mendesak seperti dalam agama Buddha tradisional, praktek Tantra
menerima ini mendesak kehidupan sebagai suci energi kekuatan, yang dimurnikan
dan berubah menjadi kekuatan sehat dan sehat menghubungkan individu dengan
kesadaran spiritual yang lebih tinggi. Untuk menjadi sukses dengan kerja
Tantra, seseorang harus memiliki keterampilan dalam kontrol diri dan penerimaan
diri dan orang lain.
Tindakan atau
perbuatan itu ada 3 macam, yakni: tubuh, vokal, dan mental.
Pikiran atau perbuatan mental, darimana pikiran yang dikonsentrasikan ialah
keserbaragaman yang paling manjur, menentukan ucapan dan tindakan yang
mempengaruhi pikiran. Perbuatan sakral dari Tantra bertujuan menghasilkan suatu
transformasi mengenai kesadaran dengan usaha dari (secara spiritual) suara dan
gerakan yang sangat mempunyai arti secara spiritual.
Dengan suara
yang sangat mempunyai arti secara spiritual dengan berbagai ‘dharani atau
mantra’ yang disebabkan oleh akibat yang sangat besar pengulangan yang konstan
ada pada pikiran, menduduki di dalam Buddism Tantra suatu posisi yang sangat
penting. Gerakan yang sangat mempunyai arti itu secara spiritual mencakup
semuanya yang diperbuat oleh sebagian tubuh, seperti mudra yang
dilakukan oleh tangan, dan yang diperbuat mengenai sembah dan tari. Karena
ritual dan perbuatan sakral dapat dibentuk hanya dengan tubuh. Tantra jauh dari
menurunkan tubuh menyambutnya sebagai kapal keselamatan dan memujanya dengan
suatu ekstent yang tidak terdengar dari dalam setiap bentuk lain Buddism. Lebih
dari itu, tidak hanya bagian tubuh dari alam semesta material, tapi banyak
obyek material dikerjakan untuk tujuan sakramen; karena itu Tantra menganggap
dunia itu juga bukan sebagai suatu rintangan tapi sebagai suatu bantuan
Penerangan, memuliakannya sebagai gambar hidup dari keselamatan dan wahyu dari
Yang Absolut. Sebagai ganti mengorbankan dunia itu seseorang harus hidup di
dalamnya, di dalam suatu jalan seperti itu bahwa kehidupan dunia sendirinya
diubah ke dalam kehidupan transendental.
Menurut
pandangan Tantra, menanamkan tubuh itu dengan kesucian adalah kemungkinan dari
tindakan manusia pada pikiran bukan hanya oleh gerakan anggota tubuh tapi
dengan memainkan pernafasan dan air mani, semuanya dihubungkan secara intim
bahwa dengan mengendalikan setiap salah satu dari semua itu dan sisanya yang
dua itu dikendalikan secara otomatis. Lagi, dihubungkan tidak sebanyak dengan
perumusan filsafat yang luas daripada dengan notulen yang mendetail mengenai
latihan spiritual, aspek-aspek tertentu yang terlalu kompleks, sulit, dan
sedikit untuk disetujui dengan tulisan. Tantra tentu saja sangat menegaskan
perlunya menerima inisiasi atau upacara dan petunjuk dari sorang guru spiritual
yang ahli.[13]
B.Mantrayana
Bagi Mantrayana
di ketemukan suatu dasar yang dogmatis –filosofis karena orang menganut suatu ajaran mahatunggal
yang konsekwen. pastilah di dalam lingkungan perbuatan-perbuatan magis,
bahwa di dalam ajaran mahatunggalpun , Mahayana bertindak sebagai persiapan bagi mantrayana. ajaran mahatunggal ini di ajukan di dalam ini; bahwa orang mulai
berbicara tentang suatu “Maha-Budha ” ,
yang bentuk pertanyaanya berupa alam semesta,
seluruh dunia dengan segala
isinya. Alam semesta itu manifestasi
dari dharmakaya.[14]
Pokok-pokok
ajaran Mantrayana dapat ditemui pada karya karya padma-dkarpo dari Tibet.
Menurut beliau, tujuan dari Mantrayana adalah sama seperti apa yang dituju oleh
aliran-aliran lainnya dalam agama Buddha, yakni kemanunggalan manusia dengan
penerangan sempurna atau kesempurnaan secara spiritual.
Langkah pertama untuk mencapai tujuan tersebut
menurut konsepsi Mantrayana adalah mengambil perlindungan serta
mempersiapkan diri dengan berpedoman pada Bodhicitta, yang berarti fondasi dari
segala macam kebaikan, sumber dari segala usaha kebahagiaan dan sumber dari
kesucian. Bodhicitta biasanya terbagi menjadi dua bagian, yakni
§ Bodhi pranidhi citta : Tingkat persiapan untuk
pencapaian kebuddhaan.
§ Bodhi prasthana citta :Tingkat pelaksanaan
sesungguhnya dalam usaha menuju cita-cita.
Bodhicitta
adalah sebagai suatu sarana bagi setiap umat Buddha
untuk mencapai tujuannya. Perlindungan tersebut meliputi perlindungan pada Sang
Triratna. Dalam hal ini, Mantrayana memandang Sang Triratna bukanlah hanya
sekedar pengertian harfiah, melainkan sebagai kekuatan spiritual yang
disimbolkan oleh Triratna tersebut.
Sikap
perlindungan yang demikian itu mempunyai kaitan yang sangat erat dengan
keteguhan hati. Keteguhan hati ini berfungsi untuk menguak tabir rahasia untuk
mencapai penerangan sempurna. Dan selanjutnya akan menumbuhkan perubahan sikap,
membawa si siswa untuk mulai melihat keadaan sesungguhnya tentang 'diri' dan
alam sekitarnya.
Tahapan
selanjutnya yang harus dilaksanakan adalah memperkuat dan memajukan sikap baru
yang diperoleh dari meditasi dengan membaca mantra berulang-ulang. Mantra
adalah kata dalam bahasa sansekerta yang berarti pesona. Mantra adalah satu
suku kata yang berfungsi sebagai 'suatu pelindung pikiran' yang mengandung
kekuatan magis dan melambangkan Triratna (Buddha-Dharma-Sangha) ataupun
makhluk-makhluk agung lainnya. Mantra juga merupakan formula untuk memelihara
agar pikiran tetap terkonsentrasi, tidak melayang-layang tak menentu.
Langkah
berikutnya adalah mempersembahkan suatu Mandala (gambar-gambar indah yang
mengandung arti filosofis) sebagai sarana untuk menyempurnakan pengetahuan
pengetahuan yang telah dicapainya. Setiap langkah dalam mempersiapkan Mandala
ini haruslah selalu berhubungan dengan Sad Paramita (enam perbuatan yang luhur)
maupun Catur Paramita (Brahma Vihara=empat keadaan batin yang luhur). Sad
Paramita terdiri dari :
§ Dana Paramita: Perbuatan luhur tentang amal
secara materi maupun spiritual.
§ Sila Paramita: Perbuatan luhur tentang
kehidupan bersusila.
§ Virya Paramita: Perbuatan luhur mengenai
keuletan dan ketabahan.
§ Dhyana Paramita: Perbuatan luhur mengenai
pemusatan pikiran (samadhi/meditasi).
§ Prajna Paramita: Perbuatan luhur mengenai
kebijaksanaan.
C.Vajrayana
Dalam ajaran Vajrayana yang berkembang di tibet, kosmos di jelaskan alam kaitan mata angin:
pusat, timur, selatan, barat dan utara, yang secara esoteris di waliki oleh unsur-unsur yang berpasangan
yang di wujudkan dalam bentuk tathaga pasanganya.[15]
Dalam Vajrayana, terdapat
banyak sekali metoda dalam berlatih. Memang banyak sekali praktisi Vajrayana
yang memiliki kemampuan luar biasa, namun hal ini bukanlah sesuatu yang mistik.
Hal ini sebenarnya merupakan hasil samping dari latihan yang dilakukan, dan hal
ini harus diabaikan. Seperti kata sang Buddha, yang dapat menyelamatkan kita
pada saat kematian adalah Dharma, bukanlah kesaktian yang kita miliki. Sering
kemampuan yang didapat ini menjadi penghalang dalam mencapai tujuan utama kita,
yaitu mencapai pencerahan. Hasil samping berupa kemampuan (siddhi) ini sering
akan meningkatkan kesombongan (ke-aku-an) kita, yang sebenarnya justru harus
kita hilangkan, dan bukan merupakan sesuatu yang harus dibanggakan. Namun
sayang sekali, banyak orang yang berpandangan salah, mereka mengagungkan
kemampuan gaib yang dimiliki oleh seseorang, dan mengabaikan Dharma yang mulia.
Hal ini dapat terjadi karena adanya kebodohan / ketidak tahuan (Moha) yang
dimiliki.
Praktek
Vajrayana tidak terlepas dari penyapaan mantra, maka sering juga dikenal dengan
istilah ajaran mantra rahasia.
Ajaran
Vajrayana sering juga disebut dengan Praktek Rahasia, atau Kendaraan Rahasia.
Hal ini menggambarkan bahwa ketika seorang praktisi semakin merahasiakan
latihannya, maka ia akan semakin mendapatkan kemajuan pencapaian dan berkah
dari latihan yang ia lakukan. Semakin ia menceritakan tentang latihannya, maka
semakin sedikit berkah yang akan ia peroleh.
Sang Buddha
sering berpesan kepada murid-muridNya, bahwa mereka tidak boleh memperlihatkan
kemampuan (siddhi) mereka, tanpa suatu tujuan yang mulia. Demikian pula, Para
praktisi tinggi Wajrayana tidak pernah menunjukkan kemampuan mereka hanya demi
ego, demi ketenaran, demi kebanggaan, ataupun demi materi. Para praktisi tinggi
ini biasanya menunjukkan kemampuan pada murid-murid dekat, ataupun pada orang
tertentu yang memiliki hubungan karma dengannya, demi Dharma yang mulia, misalnya
untuk menghapus selubung kebodohan, ketidak tahuan, kekotoran batin, ataupun
karena kurangnya devosi dalam diri murid tersebut.
Mazhab
Tantrayana yang berkembang di Tibet sekarang ini pada umumnya adalah Vajrayana,
mengenai Vajrayana di Tibet, Guru Rinpoche Padma Sambhava memberikan instruksi
yang mencakup enam cara untuk mencapai pembebasan melalui proses pemakaian yang
melibatkan Panca Skandha. Ke enam cara tersebut:
§ Pembebasan melalui proses pemakaian
§ Pembebasan melalui proses pendengaran
§ Pembebasan melalui proses ingatan
§ Pembebasan melalui proses penglihatan
§ Pembebasan melalui proses Pengecapan
§ Pembebasan melalui proses sentuhan.
Vajrayana
memandang alam kosmos (alam semesta) dalam kaitan ajaran untuk mencapai
pembebasan. Apabila di Mahayana terdapat konsepsi Trikaya (tiga tubuh Buddha),
maka didalam Vajrayana, Buddha bermanifestasi dan berada dimana-mana. Oleh
karenanya, Buddha adalah wadah atau badan kosmik yang memiliki enam elemen,
yakni : tanah, air, api, angin, angkasa dan kesadaran. Dalam rangkaian yang
tersusun sebagai sistim, Vajrayana selain memiliki pandangan filosofis di atas,
juga memiliki puja bakti ritual maupun sistim meditasi khusus yang disebut
Sadhana yaitu meditasi dengan cara memvisualisasikan dengan mata batin,
menyatukan mudra, dharani (mantra) dan mandala.[16]
D.DAFTAR
PUSTAKA
·
Ali, Mukti,Agama agama dunia cet
pertama, Pt hanindita offset ,
jogjakarta, 1988
·
Conze. Edward Sejarah
Singkat Agama Buddha. Oneworld Publication. 2010
·
J.R. Honing,Ilmu Agama.
BPK Gunung Mulia, Jakarta: 1997
·
Tim penyusun, Kapita selekta Agama Budha, cv Dewi kayana Abadi, jakart; 2003
·
T, suwartoBuddha Dharma Mahayana. Majelis Buddha Mahayana
Indonesia. Jakarta: 1995
·
di akses pada tanggal 15
maret 2013 http://www.walubi.or.id/wacana/wacana_057.shtml
·
di akses pada tanggal 12
maret 2013
http://www.walubi.or.id/wacana/wacana_057.shtml
[1]suwarto, Budha Darma Mahayana,
Majelis agama budha mahayan indonesia; jakarta 1995 h . 120
[2]http://www.walubi.or.id/wacana/wacana_057.shtml
[3]http://www.walubi.or.id/wacana/wacana_057.shtml
[4]Suwarto. T, Buddha Dharma
Mahayana. Majelis Buddha Mahayana Indonesia. Jakarta: 1995 hal.439
[5]Suwarto. T, Buddha Dharma Mahayana.
Majelis Buddha Mahayana Indonesia. Jakarta: 1995 hal.444
[7]Honig, J.R. Ilmu Agama. BPK Gunung
Mulia, Jakarta: 1997 hal.236
[8]Edward Conze. Sejarah Singkat Agama Buddha.
Oneworld Publication. 2010 Hal.97
[9]ibid budha mahayana, majelis
agama budha mahayana di indonesia
h. 128
[10]http.wikipedia.vajrayana.com
[12]Mukti ali, Agama agama dunia cet pertama, Pt hanindita offset, jogjakarta, 1988 h. 188
[13]Ibid hal. 440
[14]ibid , ilmu Agama h 236
[15]Tim penyusun, Kapita selekta Agama Budha, cv Dewi kayana Abadi, jakart; 2003 , h. 153
[16]http://www.walubi.or.id/wacana/wacana_057.shtml
4 komentar:
menurut saya, yang anda tulis salah, aliran tantrayana dan vajrayana sama, tidak ada bedanya. dan kalau tantra adalah aliran rahasia, mengapa harus di tulis ritual dan praktek, sedangkan dalam tulisan ini tidak ada tulisanya.Anda juga harus berhati-hati menulis tentan aliran tantrayana ini karena sangat rumit dan bisa jadi orang2 yang baca blog anda bisa jadi salah paham dengan apa yang anda tulis ini
terima kasih komentarnya. Nanti saya pelajari lagi. Sekrdar informasi tulisan di atas tlisan teman saya. saya lupa mencantmkan nama tapi hanya fotonya. Nanti saya sampaikan komentarnya but thanks
Good
Terjemahannya membingungkan
Posting Komentar